Selasa, 24 Desember 2013

Pembelajaran Penjas Adaptif

“ PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOKOMOTOR
(LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN
UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
TINGKAT SMALB- C “

KAJIAN ILMIAH



OLEH :
TIKA FARDINA
K4610087


PRODI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu dan inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan kajian ilimiah dengan judul “PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C “
Kajian Ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif pada semester Gasal 2013/2014,Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1.        Drs. Sarwono, MS , selaku Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif.
Penulis menyadari bahwa kajian ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga kajian ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.


Surakarta,  22 Desember 2013


Penulis





DAFTAR ISI

Pengantar.......................................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................
Abstrak...........................................................................................................
PENDAHULUAN.........................................................................................
PEMBAHASAN
A.     Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif bagi ABK
1.         Pengertian Penjas Adptif.............................................................
2.         Ciri-ciri Program Pengajaran Penjas Adaptif.............................
3.         Tujuan Penjas Adaptif................................................................
4.         Modifikasi Penjas Adaptif..........................................................
B.     Tunagrahita
1.         Pengertian Tunagrahita...............................................................
2.         Karakter Tunagrahita..................................................................
3.         Klasifikasi Tunagrahita...............................................................
C.     Pembelajaran Gerak Lokomotor (Lompat dan Loncat)
bagi Tunagrahita
1.         Pengertian Gerak lokomotor.......................................................
2.         Pengertian Loncat dan Lompat...................................................
3.         Materi Pembelajaran Lompat......................................................
4.         Materi Pembelajaran Loncat.......................................................
5.         Materi Kombinasi Lompat dan Loncat.......................................
SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
Referensi........................................................................................................

ABSTRAK

Sekolah Luar Biasa bagian C merupakan sekolah yang disediakan khusus bagi murid-murid yang mengalami integensi dibawah rata-rata murid normal atau disebut dengan tunagrahita. Di dalam sekolah tersebu terdapat mata pelajaran pendidikan jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran yang berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan murid berkebutuhan khusus. Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-rata, disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya. Pembelajaran Penjasorkes yang bernilai terapi, edukatif, dan menyenangkan bagi anak tunagrahita. Di harapkan pula akan berdampak pada peningkatkan kemampuan  fisik motorik siswa, seperti: meningkatkan kekuatan, daya tahan, kelincahan, kecepatan, serta ketangkasan atau  koordinasi. Disamping kemampuan fisik meningkat, maka secara mental juga diharapkan lebih baik,  seperti meningkatkan: rasa percaya diri, rasa keberanian, disiplin, rasa kebersamaan, dan lain-lain .Perlu adanya modifikasi atau adaptasi dari pembelajaran penjas mulai dari metode,strategi ,media pembelajaran dan sebagainya agar semua tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Kata kunci : pembelajaran penjas adaptif , pembelajaran penjas tunagrahita , pembelajaran lokomotor (lompat dan loncat ) tunagrahita.



PENDAHULUAN
Kegiatan olahraga merupakan suatu bagian dari  kegiatan hidup manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang sudah menjadi sebuah kebutuhan hidup masing-masing individu. Apabila  olahraga diberikan kepada anak-anak, maka kegiatan latihan tersebut harus memperhatikan kebutuhan dan kemampuan maksimal respon tubuh dari anak itu sendiri. Tidak semua anak dilahirkan dalam keadaan sempurna, ada sebagian kecil yang mengalami hambatan-hambatan, baik dalam perkembangan fisik maupun dalam perkembangan mental. Anak yang demikian diklasifikasikan sebagai anak luar biasa (berkebutuhan khusus).  Anak luar biasa (berkebutuhan khusus) biasanya menempuh pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususan masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita,  dan lain sebagainya  (Wikipedia Bahasa Indonesia: 2011).
Sekolah Luar Biasa bagian C merupakan sekolah yang disediakan khusus bagi murid-murid yang mengalami integensi dibawah rata-rata murid normal atau disebut dengan tunagrahita. Istilah anak tunagrahita Nuryadin (2005: 1-2) memberikan penjelasan dalam bukunya, yang  Mengatakan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mengalami  hambatan perkembangan.  Perkembangan jasmani dan motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal,  Anak tunagrahita mempunyai karakteristik diantaranya  mempunyai koordinasi yang kurang, gerakannya canggung/ kurang seimbang dan kurang terkendali, serta kesulitan ketika melakukan gerakan motorik kasar,  keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita juga menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak wajar (menurut  ukuran normal). Untuk mengatasi hal-hal tersebut, sebagai pokok pemecahannya bukanlah dengan jalan pengobatan saja, tetapi harus berkaitan dengan jalan mengadakan latihan-latihan dan perlu dilakukan modifikasi kegiatan sebagai terapi perilaku sehingga nantinya anak bisa lebih mandiri dalam kehidupan sehari-harinya (Widati dan Murtadlo, 2007: 265).
Latihan permainan yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang permainan, Prasedio dalam Efendi (2006: 105) mengatakan bahwa permainan yang bisa diberikan kepada anak tunagrahita paling tidak memiliki muatan antara lain, memiliki nilai terapi yang berbeda serta sosok permainan yang diberikan tidak terlalu sulit untuk dicerna anak tunagrahita. Pada murid yang memiliki mental dibawah rata-rata strategi yang digunakan tidak dapat disamakan dengan murid normal pada umumnya, strategi harus dirancang khusus karena kebutuhan dari setiap murid tidak akan sama dikerenakan perbedaan karakteristik dan tingkat kesulitan siswa.  Strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran murid tunagrahita (http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/14/strategi-pembelajaran-bagi-anak-berkebutuhan-khusus/)  antara lain:  Strategi pembelajaran yang  diindividualisasikan,  Strategi kooperatif,  Strategi modifikasi tingkah laku.  Pada murid tunagrahita, proses pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif menggunakan strategi pembelajaran yang diindividualisasi, dimana materi yang diberikan disesuiakan dengan keadaan murid yang dihadapi baik dari tingkat kebutuhannya, kemampuannya, bahkan  kekurangan atau hambatan yang dimilikinya. Agar setiap murid dapat memperoleh manfaat dari pembelajan Pendidikan Jasmani Adaptif. Pada murid tunagrahita juga digunakan strategi  kooperatif, dimana murid yang satu dapat belajar dari teman lainnya atau kerja sama. Pada murid tunagrahita juga perlu dilakukan berbagai modifikasi baik dari kurikulum pembelajaran, medianya (materi atau alat yang digunakan) disesuaikan dengan murid tunagrahita, maupun lingkungan atau sarana fisik, semuanya harus dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan murid tunagrahita.











PEMBAHASAN

A.       TUNAGRAHITA
1.    Pengertian Tunagrahita
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah  mental retardation, mental deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995:  20). Istilah lain yang banyak digunakan adalah intellectually handicapped dan intellectually disabled.
1)   Mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai terbelakang mental.
2)   Feebleminded  (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
3)   Mental subnormality  digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental retardation.
4)   Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang organ tubuh.
5)   Mentally handicapped,  dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.
6)   Intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
7)   Intellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.
Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) anak tunagrahita adalah anak yang secara umum memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu, berdampak pula pada kekurangannya dalam hal prilaku adaptifnya, di mana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai dengan usia delapan belas tahun. Pernyataan tersebut pun dapat pula diartikan bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan intelektual yang berada pada dua standar di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya. Keadaan tersebut terjadi pada proses pertumbuhannya, cara berfikir dan kemampuannya dalam bermasyarakat sejak anak tersebut lahir dan berusia delapan belas tahun.
Moh. Amin (1995:11), menguraikan gambaran tentang anak tunagrahita yaitu, anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya. Lebih-lebih dalam pelajaran, seperti mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol-simbol berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pendapat di atas sejalan dengan definisi yang ditetapkan AAMD yang dikutip oleh Grossman (Kirk & Gallagher, 1986:116), yang artinya bahwa ketunagrahitaan mengacu pada sifat intelektual umum yang secara jelas di bawah rata-rata, bersama kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung pada masa perkembangan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
Anak tunagrahita memiliki kecerdasan di bawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya..Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku, ketunagrahitaan tersebut berlangsung pada masa perkembangan.

2.    Karakteristik Anak Tunagrahita
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka anak tunagrahita memiliki karakteristik tersendiri pada segi tingkah laku, emosi dan sosialnya, cara belajarnya dan kesehatan pada fisikya. Untuk karakteristik tersebut, setiap anak tunagrahita memiliki karakteristik yang berada sesuai dengan tingkat kekurangannya. Secara umum karakteristik tersebut dapat digeneralkan ke dalam beberapa hal, meliputi:
a)    Segi intelektualnyaa.
a.    Anak tunagrahita mampu mengetahui atau menyadari situasi, benda-benda dan orang di sekitarnya, namun mereka tidak mampu memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut disebabkan oleh faktor bahasa yang manjadi hambatan, dikarenakan mereka pada umunya sulit untuk mengatakan atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan yang diinginkannya.
b.    Mereka berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu membuat suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih alternatif pilihan yang berbeda.
c.    Mereka sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka memiliki kesulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.
d.    Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan situasi lingkungannya.

b)   Segi tingkah laku (perilaku adaptif).
a.    Perkembangan anak tunagrahita lamban. Sulit mempelajari sikap tertentu, bahkan sulit melakukan pekerjaan yang ditugaskan walaupun tugas tersebut bagi orang normal sangat sederhana.
b.    Faktor kognitif merupakan hal yang sulit bagi anak tersebut, khususnya yang berkenaan dengan perhatian dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan akademiknya.
c.    Anak tunagrahita seringkali merasakan ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang diberikan padanya, karena seringnya melakukan kesalahan-kesalahan pada saat melakukannya. Mereka pada umunya kurang percaya diri dan seringkali menggantungkan bimbingan atau bantuan orang lain, atau dengan kata lain rasa kemampuan dirinya kurang. Mereka juga seringkali sulit dalam memilih lingkungan pergaulan yang baik, sehingga mudah terjerumus pada hal-hal yang bersifat negatif.
Jadi dari karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita itu memiliki kekurangan di dalam beberapa hal, seperti melakukan koordinasi gerak dan sensorinya, rendahnya rasa toleransi, kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hal yang bersifat akademik, dan menarik suatu kesimpulan, memusatkan perhatian, memanfaatkan waktu luangnya, memilih lingkungan pergaulan yang baik, kesulitan dalam bahasa, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan.


3.    KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk mempermudah guru dalam menyusun program dan melaksanakan layanan pendidikan. Penting bagi Anda untuk memahami bahwa pada anak tunagrahita terdapat perbedaan individual yang variasinya sangat besar. Artinya, berada pada level usia (usia kalender dan usia mental) yang hampir sama serta jenjang pendidikan yang sama, kenyataannya kemampuan individu berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian, sudah barang tentu diperlukan strategi dan program khusus yang disesuaikan dengan perbedaan individual tersebut. Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil,  imbecile, dan idiot, sedangkan  klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika adalah  educable mentally retarded  (mampu didik),  trainable mentally retarded  (mampu latih) dan  totally/custodial dependent  (mampu rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang. Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut :
1.      Mild mental retardation  (tunagrahita ringan)           : IQ-nya  70 – 55
2.      Moderate mental retardation  (tunagrahita sedang)  : IQ-nya  55 – 40
3.      Severe mental retardation  (tunagrahita berat)         : IQ-nya  40 – 25
4.      Profound mental retardation (sangat berat)   IQ-nya  25 ke bawah
Untuk  memperjelas  klasifikasi tersebut, cobalah Anda perhatikan ilustrasi dan grafik berikut:
Ada lima orang anak berusia 10 tahun. Si A, IQ-nya 100 (normal); si B IQ-nya 70 -55; si C IQ-nya 55 - 40; si D IQ-nya 40 - 25; dan si E IQ-nya 25 ke bawah. Untuk kebutuhan pendidikannya perlu ditentukan lebih dahulu umur kecerdasannya (mental age).
Gambar 6.1
Grafik Klasifikasi Anak Berdasarkan Chronological Age dan Mental Age
Dari grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)         A berusia (chronological age) 10 tahun dan MA-nya 10 tahun.
b)        B berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 7-5,5 tahun artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia  5,5 - 7 tahun.
c)         C berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 5.5-4.0 tahun artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia 5,5-4.0 tahun.
d)        D berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 4.0-2,5 tahun artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal 4,0-2,5 tahun.
e)         E berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 2,5 tahun ke bawah artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 2,5 tahun ke bawah.
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991 adalah sebagai berikut :
1.      Tunagrahita ringan  IQ-nya  50 - 70,
2.      Tunagrahita sedang  IQ-nya 30 - 50,
3.      Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.
Berikut ini  dilukiskan perkembangan seorang anak tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang  (Adaptasi dari Kirk & Gallagher, 1986:121-122) 
Gambar 6.2
Grafik Perkembangan Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang
Selain klasifikasi di atas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a)         Down Syndrome (Mongoloid) : Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
b)        Kretin (Cebol) : Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit  kering, tebal, dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
c)         Hydrocephal : Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
d)        Microcephal : Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
e)         Macrocephal : Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.

















B.     PEMBELAJARAN PENJAS ADAPTIF
1.   Pengertian Pendidikan Jasmani Adaptif
Secara mendasar pendidikan jasmani adaptif adalah sama dengan pendidikan jasmani biasa. Pendidikan jasmani merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan Anak Luar Biasa memiliki masalah dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan belajar. Sebagian Anak Luar Biasa bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut.

2.   Ciri dari Program Pengajaran Penjas Adaptif
Sifat program pengajaran pendidikan jasmani adaptif memiliki ciri khusus yang menyebabkan nama pendidikan jasmani ditambah dengan kata adaptif. Adapun ciri tersebut adalah:
a)      Program Pengajaran Penjas adaptif disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang berkelainan berpartisipasi dengan aman, sukses, dan memperoleh kepuasan. Misalnya bagi siswa yang memakai kursi roda satu tim dengan yang normal dalam bermain basket, ia akan dapat berpartisipasi dengan sukses dalam kegiata tersebut bila aturan yang dikenakan kepada siswa yang berkursi roda dimodifikasi. Demikian dengan olahraga lainnya. Oleh karena itu pendidikan jasmani adaptif akan dapat membantu dan menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
b)      Program Pengajaran Penjas adaptif harus dapat membantu dan mengkoreksi kelainan yang disandang oleh siswa. Kelainan pada Anak Luar Biasa bisa terjadi pada kelainan fungsi postur, sikap tubuh dan pada mekanika tubuh. Untuk itu, program pengajaran pendidikan jasmani adaptif harus dapat membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi yang memperburuk keadaannya.
c)      Program Pengajaran Penjas adaptif harus dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu ABK. Untuk itu pendidikan jasmani adaptif mengacu pada suatu program kesegaran jasmani yang progresif, selalu berkembang dan atau latihan otot-otot besar. Dengan demikian tingkat perkembangan ABK akan dapat mendekati tingkat kemampuan teman sebayanya. Apabila program pendidikan jasmani adaptif dapat mewujudkan hal tersebut diatas, maka pendidikan jasmani adaptif dapat membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan siswa memiliki harga diri. Perasaan ini akan dapat membawa siswa berperilaku dan bersikap sebagai subyek bukan sebagai obyek dilingkungannya.

3.   Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Sebagaimana dijelaskan diatas betapa besar dan strategisnya peran pendidikan jasmani adaptif dalam mewujudkan tujuan pendidikan bagi ABK, maka Prof. Arma Abdoellah, M.Sc. dalam buku yang berjudul “Pendidikan Jasmani Adaptif” memerinci tujuan pendididkan jasmani adaptif bagi ABK sebagai berikut:
1.   Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki.
2.   Untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui Penjas tertentu.
3.   Untuk memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang bersifat rekreasi.
4.   Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
5.   Untuk membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
6.   Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.
7.   Untuk menolong siswa memahami dan menghargai macam olahraga yang dapat diminatinya sebagai penonton.

4.   Modifikasi dalam Pendidikan Jasmani Adaptif
Bila dilihat masalah dari kelainannya, jenis ABK dikelompokkan menjadi:
·       ABK yang memilik masalah dalam sensoris
·       ABK yang memiki masalah dalam gerak dan motoriknya
·       ABK yang memiliki masalah dalam belajar
·       ABK yang memiliki masalah dalam tingkah laku

Dari masalah yang disandang dan karakteristik setiap jenis ABK maka  menuntut adanya penyesuaian dan modifikasi dalam pengajaran Pendidikan Jasmani bagi ABK. Penyesuaian dan modifikasi dari pengajaran penjas bagi ABK dapat terjadi pada:
1.   Modifikasi aturan main dari aktivitas pendidikan jasmani.
2.   Modifikasi keterampilan dan tekniknya.
3.   Modifikasi teknik mengajarnya.
4.   Modifikasi lingkungannya termasuk ruang, fasilitas dan peralatannya.

Seorang ABK yang satu dengan yang lain, kebutuhan aspek yang dimodifikasi tidak sama. ABK yang satu mungkin membutuhkan modifikasi tempat dan arena bermainnya. ABK yang lain mungkin membutuhkan modifikasi alat yang dipakai dalam kegiatan teraebut. Tetapi mungkin yang lain lagi disamping membutuhkan modifikasi area bermainnya juga butuh modifikasi alat dan aturan mainnya. Demikian pula seterusnya, tergantung dari jenis masalah, tingkat kemampuan dan karakteristik dan kebutuhan pengajaran dari setiap jenis ABK.




C.       Pembelajaran Gerak Lokomotor (Lompat dan Loncat) bagi Tunagrahita
1.    Pengertian Gerak lokomotor
Definisi gerak lokomotor dijelaskan oleh Asim (2001: 32) menyatakan bahwa gerak lokomotor adalah gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, baik secara horisontal maupun vertikal. Gerakan tersebut diantaranya jalan, lari, lompat, loncat, jingkat, menderap, memanjat dan lain-lain.
Bentuk-bentuk latihan gerak lokomotor dikembangkan setiap macam gerak lokomotor ini, dengan mengembangkan tema-tema sesuai konsep dari Laban; misalnya, dikaitkan dengan konsep tubuh atau bagian tubuh, konsep ruang, konsep usaha, dan konsep keterhubungan.
a)      Berjalan adalah aktivitas gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, pada saat kaki melakukan pergantian langkah salah satu kaki tetap menumpu pada dasar pijakan. Dengan konsep di atas, berjalan dapat dilakukan dengan kaki, dengan tangan, dengan kaki dan tangan, dengan tubuh; demikian juga arahnya, ke depan dan ke belakang, ke samping kiri dan kanan, dalam hal usaha, bisa cepat, lambat, keras, perlahan, terhenti-henti, berkelanjutan; dalam hal keterhubungan, bisa di sekitar ruangan, di sekitar teman sendiri, melintasi atau melangkahi alat, dsb.
b)      Berlari adalah aktivitas gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, pada saat kaki melakukan pergantian langkah badan dalam keadaan melayang di udara. Aplikasikan konsep-konsep di atas, sesuai dengan tema berlari.
c)      Berjingkat adalah aktivitas memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan satu kaki, menumpu dan mendarat menggunakan satu kaki, sedangkan satu kaki yang lain ditekuk pada bagian lutut sehingga tidak menyentuh tanah. Keterampilan berjingkat selain sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga sering digunakan dalam aktivitas motorik pada beberapa cabang olahraga seperti lompat jangkit, sepak bola, bola voli dan bola basket.
d)      Meloncat adalah gerakan memindahkan tubuh dengan menggunakan dua atau satu kaki tumpu dari satu ketinggian dan mendarat tidak harus menggunakan kaki.
e)      Menderap atau mencongkang adalah gerakan berjalan dipadukan dengan lompat (leaping), arah dapat ke depan maupun ke belakang. Gerakan ini seperti kuda pada saat berlari kencang (menderap), tetapi hanya dilakukan dengan menggunakan dua kaki. 
f)        Merayap adalah gerakan yang dilakukan dengan posisi tubuh telungkup di atas permukaan, tangan dan kaki kiri atau kanan digerakkan maju secara bersama-sama, kemudian kaki mendorong tubuh ke depan, dan kepala sedikit diangkat untuk melihat ke depan.
g)      Memanjat adalah gerakan ke atas atau ke bawah dengan menggunakan kedua tangan dan kaki. Biasanya anggota tubuh bagian atas sebagai alat kontrol utama agar tidak jatuh.

Bentuk  latihan  gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) melalui permainan  ini untuk mengembangkan variasi latihan  gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat)  pada proses pembelajaran Pendidikan Jamani Olahraga dan Kesehatan.Pengembangan  bentuk  latihan ini dapat membantu guru dalam menyampaikan materi terkait dengan pengembangan gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) secara efektif dan efisien. Disamping itu diharapkan siswa juga dapat menerapkan aktivitas pembelajaran gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) dengan langkah-langkah yang sederhana dan mudah dipahami dalam penerapan. Adapun tujuan secara khusus terkait dengan pengembangan variasi-variasi latihan lompat dan loncat berupa permainan ini, diharapkan dalam aplikasi proses  pembelajarannya akan berjalan secara efektif dan efisien yang nantinya akan berdampak pada peningkatkan kemampuan  fisik motorik siswa, seperti: meningkatkan kekuatan, daya tahan, kelincahan, kecepatan, serta ketangkasan atau  koordinasi. Disamping kemampuan fisik meningkat, maka secara mental juga diharapkan lebih baik,  seperti meningkatkan: rasa percaya diri, rasa keberanian, disiplin, rasa kebersamaan, dan lain-lain.

2.     Pengertian Loncat dan Lompat
Sebelum memasuki bagian  bentuk-bentuk  latihan  gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) melalui permainan, kita hendaknya mengetahui dan memahami tentang lompat dan loncat terlebih dahulu. Definisi lompat menurut Widya (2004: 65) adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik lain yang lebih jauh atau tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu satu kaki dan mendarat dengan dua kaki/ anggota tubuh lainnya dengan keseimbangan yang baik. Jenis-jenis lompatan yang bisa dilakukan oleh siswa antara lain :
a)      lompat kedepan
b)      lompat ke belakang
c)      lompat ke samping
d)      lompat ke atas
e)      lompat ke bawah
f)        lompat berputar.
Gambar 1.1 Gerak Lompat
(Sumber: Widya, 2004: 67)

Adapun Definisi Loncat menurut Widya (2004: 59) adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik lain yang lebih jauh atau lebih tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu dua kaki dan mendarat dengan kaki/ anggota tubuh lainnya dengan keseimbangan yang baik. Jenis-jenis loncatan yang bisa dilakukan oleh siswa antara lain :
a)      loncat kedepan,
b)      loncat ke belakang,
c)      loncat ke samping kanan atau kiri,
d)      loncat ke atas
e)      loncat ke bawah,
f)        loncat berputar.
Gambar 1.2 Gerak Loncat
(Sumber: Ketzenbogner, 1996: 44)

3.    LATIHAN GERAK DASAR LOMPAT
a.    Bentuk Latihan 1

Gambar 2.1 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Tali
o   Peluit
o   Kun
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara tempat melakukan awalan (garis  start)  terhadap garis rintangan pendaratan (tali) adalah 2 meter.
2)      Tinggi tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm
3)      Pada kegiatan latihan ini siswa belajar lompat tanpa menentukan tempat tumpuan, namun bidang pendaratan dipasang rintangan agar siswa dapat menjadikan rintangan tersebut menjadi ukuran sebagai tingkat keberhasilan dalam melakukan lompatan
4)      Dari garis  start  siswa melakukan sprint  atau joging dengan menggunakan start  berdiri  untuk mengambil awalan dalam menentukan tumpuan pada saat melakukan lompatan. Pendaratan diusahakan untuk melewati rintangan yang telah dipasang.

b.    Bentuk Latihan II



Gambar 2.2 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Tali
o   Selang yang telah dibentuk lingkaran
o   Peluit
o   Kun
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara tempat melakukan awalan (garis  start)  terhadap garis rintangan pendaratan (tali) adalah 2 meter.
2)      Tinggi tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm.
3)      Jarak garis rintangan (tali) dengan  titik pusat lingkaran  (tempat pendaratan) adalah 25 cm.
4)      Garis tumpu tidak ditentukan.
5)      Dari garis  start  siswa melakukan sprint  atau joging dengan menggunakan start  berdiri  untuk mengambil awalan dalam menentukan tumpuan pada saat melakukan lompatan. Pendaratan diusahakan untuk melewati rintangan yang dipasang dan harus masuk pada lingkaran yang telah di sediakan.
c.    Bentuk Latihan III


Gambar 2.3 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Tali
o   Peluit
o   Kun
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara tempat melakukan awalan (garis  start)  dengan garis tumpu adalah 2 meter, jarak antara tempat tumpuan terhadap garis rintangan pendaratan (tali) adalah 25 cm.
2)      Tinggi tali sebagai rintangan pada tempat pendaratan adalah 20 cm.
3)      Dari garis  start  siswa melakukan sprint  atau joging dengan menggunakan start  berdiri  untuk mengambil awalan dengan melakukan tumpuan pada garis yang telah ditentukan. Pendaratan diusahakan untuk melewati rintangan yang telah dipasang.




d.    Bentuk Latihan IV
                                       

  Gambar 2.4 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Peluit
o   Selang yang telah dibentuk lingkaran
o   Tali
o   Kun
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara tempat melakukan awalan (garis  start)  dengan garis tumpu adalah 2 meter,  jarak antara tempat tumpuan terhadap garis rintangan pendaratan (tali) adalah 25 cm.
2)      Tinggi tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm.
3)       Adapun jarak garis rintangan (tali) dengan  titik pusat lingkaran  (tempat pendaratan) adalah 25 cm.
4)      Dari garis  start  siswa melakukan sprint  atau joging dengan menggunakan start berdiri untuk mengambil awalan dengan melakukan tumpuan di garis yang telah ditentukan. Pada saat siswa melakukan pendaratan, harus masuk pada lingkaran yang telah di sediakan.

e.    Bentuk Latihan V

Gambar 2.5 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Peluit
o   Selang yang telah dibentuk lingkaran
o   Tali
o   Kun
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara tempat melakukan awalan (garis  start)  dengan garis tumpu adalah 2 meter, jarak antara tempat tumpuan terhadap garis rintangan pendaratan (tali) adalah 25 cm.
2)      Tinggi tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm.
3)      Adapun jarak garis rintangan (tali) dengan  titik pusat lingkaran pertama (tempat  pendaratan)  adalah 25 meter, dengan  pusat lingkaran ke dua adalah 30 cm, dengan pusat lingkaran ke tiga adalah 35 cm
4)      Dari garis  start  siswa melakukan sprint  atau joging dengan menggunakan start berdiri untuk mengambil awalan dengan melakukan tumpuan di garis yang telah ditentukan. Pada saat siswa melakukan pendaratan, harus masuk pada lingkaran yang telah di sediakan. Untuk menimbulkan semangat dan kompetisi antar siswa, guru memberikan semangat kepada siswa agar pendaratan lompatan siswa jatuh tepat di lingkaran ke dua atau ke tiga.

4.    LATIHAN GERAK DASAR LONCAT
a.    Bentuk Latihan I

Gambar 2.6 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.

Ø  Alat yang diperlukan:
o   Tali
o   Peluit
o   Kapur tulis
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Panjang tali adalah 8 meter (bisa disesuaikan dengan kebutuhan).
2)      Pada kegiatan latihan ini siswa belajar loncat mengikuti bentuk tali yang telah disediakan.
3)      Kegiatan diatas dilakukan dengan saling menyusul agar timbul semangat dan kompetisi bagi siswa dalam melakukannya.

b.    Bentuk Latihan II

Gambar 2.7 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Tali
o   Peluit
o   Kapur tulis
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Panjang tali adalah 5 meter (bisa disesuaikan dengan kebutuhan).
2)       Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan loncat melewati bentuk tali yang telah disediakan.
3)      Kegiatan diatas dilakukan secara bertahap, yaitu meloncati satu tali terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan meloncati dua tali. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak jenuh dalam melakukan kegiatan tersebut.

c.    Bentuk Latihan III

Gambar 2.8 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Selang yang telah dibentuk lingkaran
o   Peluit
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara lingkaran (selang yang telah dibentuk lingkaran) adalah 20 cm, dihitung dari garis luar lingkaran.
2)      Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan loncat dengan mendarat tepat didalam lingkaran (holahop/ selang yang telah dibentuk lingkaran).
3)      Kegiatan diatas dilakukan dengan saling menyusul agar timbul semangat dan kompetisi dan semangat bagi siswa dalam melakukannya.
4)      Kegiatan tersebut juga bisa ditambah gerakan agar tidak membosankan, yaitu melakukan lompatan memasuki selang dengan melompat kearah samping atau ke belakang.
 
d.    Bentuk Latihan IV

Gambar 2.9 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Kapur tulis
o   Selang yang telah dibentuk lingkaran
o   Peluit
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara lingkaran (selang yang telah dibentuk lingkaran) adalah 20 cm, dihitung dari garis luar lingkaran.
2)      Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan gabungan loncat kedepan dan kesamping dengan mendarat tepat didalam lingkaran (selang yang telah dibentuk lingkaran).
3)      Kegiatan loncat dilakukan dengan mengikuti tanda arah panah yang telah ditentukan. Hal tersebut dilakukan agar dalam melakukan kegiatan tersebut siswa bisa merasa senang.
  
5.    LATIHAN KOMBINASI GERAK DASAR LOMPAT DAN LONCAT
a)   Bentuk Latihan I

Gambar 2.11 Latihan Kombinasi Gerak Dasar Lompat dan Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, kedisiplinan serta kebersamaan antar siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Bola
o   Peluit
o   Balon
o   Tali
Ø  Petunjuk Pelaksanaan: 
1)      Jarak antara bola yang digantung  adalah 1 meter.
2)       Tinggi bola yang digantung adalah 1,5 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan kebutuhan).
3)      Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan memukul bola secara bergiliran dengan menggunakan satu tangan.

b)   Bentuk Latihan II

Gambar 2.12 Latihan Kombinasi Gerak Dasar Lompat dan Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,  kepercayaan diri, keberanian, kedisiplinan serta kebersamaan antar siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Bola
o   Peluit
o   Tali
o   Balon
Ø  Petunjuk Pelaksanaan:
1)      Jarak antara bola dan balon yang digantung  adalah 1 meter.
2)      Tinggi bola dan balon yang digantung adalah 1,5 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan kebutuhan).
3)      Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan memukul bola secara bergiliran dengan menggunakan dua tangan.

c)    Bentuk Latihan III

Gambar 2.13 Latihan Kombinasi Gerak Dasar Lompat dan Loncat
Ø  Tujuan Latihan:
Pada model latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, kedisiplinan serta kebersamaan antar siswa.
Ø  Alat yang diperlukan:
o   Bola
o   Tali
o   Balon
o   Peluit 
Ø  Petunjuk Pelaksanaan: 
1)      Jarak antara bola dan balon yang digantung  adalah 1 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan kebutuhan).
2)      Tinggi bola dan balon yang digantung adalah 1,5 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan kebutuhan).
3)      Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan menyentuh (menyundul) bola secara bergiliran dengan menggunakan kepala.





















KESIMPULAN
Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-rata, disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan intelektualnya yang berada pada dua satnda deviasi di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya.
Sekolah Luar Biasa bagian C merupakan sekolah yang disediakan khusus bagi murid-murid yang mengalami integensi dibawah rata-rata murid normal atau disebut dengan tunagrahita. Di dalam sekolah tersebu terdapat mata pelajaran pendidikan jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran yang berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan murid berkebutuhan khusus. Ciri dari Program Pengajaran Penjas Adaptif yaitu:
·         Program Pengajaran Penjas adaptif disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa.
·         Program Pengajaran Penjas adaptif harus dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu ABK.
·         Program Pengajaran Penjas adaptif harus dapat membantu dan mengkoreksi kelainan yang disandang oleh siswa
·         Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki.
·         Untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui Penjas tertentu.
·         Untuk memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang bersifat rekreasi.
·         Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
·         Untuk membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
·         Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.
·         Untuk menolong siswa memahami dan menghargai macam olahraga yang dapat diminatinya sebagai penonton.
latihan gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) berupa permainan untuk dikembangkan dalam pembelajaran Penjasorkes yang bernilai terapi, edukatif, dan menyenangkan bagi anak tunagrahita. Di harapkan pula akan berdampak pada peningkatkan kemampuan  fisik motorik siswa, seperti: meningkatkan kekuatan, daya tahan, kelincahan, kecepatan, serta ketangkasan atau  koordinasi. Disamping kemampuan fisik meningkat, maka secara mental juga diharapkan lebih baik,  seperti meningkatkan: rasa percaya diri, rasa keberanian, disiplin, rasa kebersamaan, dan lain-lain.



REFERENSI