“ PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOKOMOTOR
(LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN
UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
TINGKAT SMALB- C “
KAJIAN ILMIAH
OLEH :
TIKA FARDINA
K4610087
PRODI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, yang memberi ilmu dan inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan kajian ilimiah dengan judul “PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOKOMOTOR
(LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C “
Kajian Ilmiah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif pada semester Gasal
2013/2014,Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Jurusan
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1.
Drs. Sarwono, MS , selaku Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif.
Penulis menyadari bahwa
kajian ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis.
Meskipun demikian, penulis berharap semoga kajian ilmiah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 22 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Pengantar.......................................................................................................
Daftar
Isi........................................................................................................
Abstrak...........................................................................................................
PENDAHULUAN.........................................................................................
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran
Pendidikan Jasmani Adaptif bagi ABK
1.
Pengertian
Penjas Adptif.............................................................
2.
Ciri-ciri
Program Pengajaran Penjas Adaptif.............................
3.
Tujuan Penjas
Adaptif................................................................
4.
Modifikasi
Penjas Adaptif..........................................................
B.
Tunagrahita
1.
Pengertian
Tunagrahita...............................................................
2.
Karakter
Tunagrahita..................................................................
3.
Klasifikasi
Tunagrahita...............................................................
C.
Pembelajaran
Gerak Lokomotor (Lompat dan Loncat)
bagi Tunagrahita
1.
Pengertian Gerak
lokomotor.......................................................
2.
Pengertian
Loncat dan Lompat...................................................
3.
Materi
Pembelajaran Lompat......................................................
4.
Materi
Pembelajaran Loncat.......................................................
5.
Materi Kombinasi
Lompat dan Loncat.......................................
SIMPULAN DAN
SARAN...........................................................................
Referensi........................................................................................................
ABSTRAK
Sekolah
Luar Biasa bagian C merupakan sekolah yang disediakan khusus bagi murid-murid
yang mengalami integensi dibawah rata-rata murid normal atau disebut dengan
tunagrahita. Di dalam sekolah tersebu terdapat mata pelajaran pendidikan
jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran yang berperan penting pada
pertumbuhan dan perkembangan murid berkebutuhan khusus. Anak tunagrahita adalah
mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-rata, disamping itu
mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan
intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Yang kedua adalah kekurangan
pada sisi prilakua adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah
laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya. Pembelajaran
Penjasorkes yang bernilai terapi, edukatif, dan menyenangkan bagi anak
tunagrahita. Di harapkan pula akan berdampak pada peningkatkan kemampuan fisik motorik siswa, seperti: meningkatkan
kekuatan, daya tahan, kelincahan, kecepatan, serta ketangkasan atau koordinasi. Disamping kemampuan fisik
meningkat, maka secara mental juga diharapkan lebih baik, seperti meningkatkan: rasa percaya diri, rasa
keberanian, disiplin, rasa kebersamaan, dan lain-lain .Perlu adanya modifikasi
atau adaptasi dari pembelajaran penjas mulai dari metode,strategi ,media
pembelajaran dan sebagainya agar semua tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Kata kunci : pembelajaran penjas adaptif , pembelajaran penjas
tunagrahita , pembelajaran lokomotor (lompat dan loncat ) tunagrahita.
PENDAHULUAN
Kegiatan
olahraga merupakan suatu bagian dari
kegiatan hidup manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa olahraga merupakan
kegiatan yang sudah menjadi sebuah kebutuhan hidup masing-masing individu.
Apabila olahraga diberikan kepada
anak-anak, maka kegiatan latihan tersebut harus memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan maksimal respon tubuh dari anak itu sendiri. Tidak semua anak
dilahirkan dalam keadaan sempurna, ada sebagian kecil yang mengalami
hambatan-hambatan, baik dalam perkembangan fisik maupun dalam perkembangan
mental. Anak yang demikian diklasifikasikan sebagai anak luar biasa
(berkebutuhan khusus). Anak luar biasa
(berkebutuhan khusus) biasanya menempuh pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB)
sesuai dengan kekhususan masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB
bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, dan lain sebagainya (Wikipedia Bahasa Indonesia: 2011).
Sekolah
Luar Biasa bagian C merupakan sekolah yang disediakan khusus bagi murid-murid
yang mengalami integensi dibawah rata-rata murid normal atau disebut dengan
tunagrahita. Istilah anak tunagrahita Nuryadin (2005: 1-2) memberikan
penjelasan dalam bukunya, yang Mengatakan
bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan. Perkembangan jasmani dan motorik anak
tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal, Anak tunagrahita mempunyai karakteristik
diantaranya mempunyai koordinasi yang
kurang, gerakannya canggung/ kurang seimbang dan kurang terkendali, serta
kesulitan ketika melakukan gerakan motorik kasar, keterbatasan daya pikir yang dialami anak
tunagrahita juga menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang
ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak wajar (menurut ukuran normal). Untuk mengatasi hal-hal
tersebut, sebagai pokok pemecahannya bukanlah dengan jalan pengobatan saja,
tetapi harus berkaitan dengan jalan mengadakan latihan-latihan dan perlu
dilakukan modifikasi kegiatan sebagai terapi perilaku sehingga nantinya anak
bisa lebih mandiri dalam kehidupan sehari-harinya (Widati dan Murtadlo, 2007:
265).
Latihan
permainan yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang permainan,
Prasedio dalam Efendi (2006: 105) mengatakan bahwa permainan yang bisa
diberikan kepada anak tunagrahita paling tidak memiliki muatan antara lain,
memiliki nilai terapi yang berbeda serta sosok permainan yang diberikan tidak
terlalu sulit untuk dicerna anak tunagrahita. Pada murid yang memiliki mental
dibawah rata-rata strategi yang digunakan tidak dapat disamakan dengan murid
normal pada umumnya, strategi harus dirancang khusus karena kebutuhan dari
setiap murid tidak akan sama dikerenakan perbedaan karakteristik dan tingkat
kesulitan siswa. Strategi yang dapat
digunakan dalam pembelajaran murid tunagrahita (http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/14/strategi-pembelajaran-bagi-anak-berkebutuhan-khusus/) antara lain:
Strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan, Strategi
kooperatif, Strategi modifikasi tingkah
laku. Pada murid tunagrahita, proses
pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif menggunakan strategi pembelajaran yang
diindividualisasi, dimana materi yang diberikan disesuiakan dengan keadaan murid
yang dihadapi baik dari tingkat kebutuhannya, kemampuannya, bahkan kekurangan atau hambatan yang dimilikinya.
Agar setiap murid dapat memperoleh manfaat dari pembelajan Pendidikan Jasmani
Adaptif. Pada murid tunagrahita juga digunakan strategi kooperatif, dimana murid yang satu dapat
belajar dari teman lainnya atau kerja sama. Pada murid tunagrahita juga perlu
dilakukan berbagai modifikasi baik dari kurikulum pembelajaran, medianya
(materi atau alat yang digunakan) disesuaikan dengan murid tunagrahita, maupun
lingkungan atau sarana fisik, semuanya harus dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan murid tunagrahita.
PEMBAHASAN
A.
TUNAGRAHITA
1.
Pengertian
Tunagrahita
Banyak terminologi (istilah) yang
digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata.
Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak,
lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat
grahita, dan tunagrahita. Dalam Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan
istilah mental retardation, mental
deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin,
1995: 20). Istilah
lain yang banyak digunakan adalah intellectually handicapped dan intellectually
disabled.
1) Mental
retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai terbelakang mental.
2) Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk
melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
3) Mental
subnormality digunakan di Inggris,
pengertiannya sama dengan mental retardation.
4) Mental
deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang
menyerang organ tubuh.
5) Mentally
handicapped, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah cacat mental.
6) Intellectually
handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
7) Intellectual
disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.
Menurut American Association on Mental
Deficiency (AAMD) anak tunagrahita adalah anak yang secara umum memiliki
kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan
itu, berdampak pula pada kekurangannya dalam hal prilaku adaptifnya, di mana
hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai dengan usia
delapan belas tahun. Pernyataan tersebut pun dapat pula diartikan bahwa anak
tunagrahita adalah mereka yang memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama
pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak
tersebut memiliki kemampuan intelektual yang berada pada dua standar di bawah
normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal
lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya atau
kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum
dikenal sebelumnya. Keadaan tersebut terjadi pada proses pertumbuhannya, cara
berfikir dan kemampuannya dalam bermasyarakat sejak anak tersebut lahir dan
berusia delapan belas tahun.
Moh. Amin (1995:11), menguraikan
gambaran tentang anak tunagrahita yaitu, anak tunagrahita kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang
berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari
dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya
dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya. Lebih-lebih dalam pelajaran,
seperti mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol-simbol
berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka
kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pendapat di atas sejalan dengan definisi
yang ditetapkan AAMD yang dikutip oleh Grossman (Kirk & Gallagher,
1986:116), yang artinya bahwa ketunagrahitaan mengacu pada sifat intelektual
umum yang secara jelas di bawah rata-rata, bersama kekurangan dalam adaptasi
tingkah laku dan berlangsung pada masa perkembangan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa:
Anak tunagrahita memiliki kecerdasan di
bawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya..Adanya
keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku, ketunagrahitaan tersebut
berlangsung pada masa perkembangan.
2.
Karakteristik
Anak Tunagrahita
Berdasarkan pengertian yang telah
dipaparkan di atas, maka anak tunagrahita memiliki karakteristik tersendiri
pada segi tingkah laku, emosi dan sosialnya, cara belajarnya dan kesehatan pada
fisikya. Untuk karakteristik tersebut, setiap anak tunagrahita memiliki
karakteristik yang berada sesuai dengan tingkat kekurangannya. Secara umum
karakteristik tersebut dapat digeneralkan ke dalam beberapa hal, meliputi:
a) Segi
intelektualnyaa.
a. Anak
tunagrahita mampu mengetahui atau menyadari situasi, benda-benda dan orang di
sekitarnya, namun mereka tidak mampu memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut
disebabkan oleh faktor bahasa yang manjadi hambatan, dikarenakan mereka pada
umunya sulit untuk mengatakan atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan
yang diinginkannya.
b. Mereka
berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu membuat
suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih
alternatif pilihan yang berbeda.
c. Mereka
sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka
memiliki kesulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.
d. Kemampuan
belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti
dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan
keadaan situasi lingkungannya.
b) Segi
tingkah laku (perilaku adaptif).
a. Perkembangan
anak tunagrahita lamban. Sulit mempelajari sikap tertentu, bahkan sulit
melakukan pekerjaan yang ditugaskan walaupun tugas tersebut bagi orang normal
sangat sederhana.
b. Faktor
kognitif merupakan hal yang sulit bagi anak tersebut, khususnya yang berkenaan
dengan perhatian dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang
benar, dan dalam kemampuan akademiknya.
c. Anak
tunagrahita seringkali merasakan ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan
atau tugas yang diberikan padanya, karena seringnya melakukan
kesalahan-kesalahan pada saat melakukannya. Mereka pada umunya kurang percaya
diri dan seringkali menggantungkan bimbingan atau bantuan orang lain, atau
dengan kata lain rasa kemampuan dirinya kurang. Mereka juga seringkali sulit
dalam memilih lingkungan pergaulan yang baik, sehingga mudah terjerumus pada
hal-hal yang bersifat negatif.
Jadi dari karakteristik di atas, dapat
disimpulkan bahwa anak tunagrahita itu memiliki kekurangan di dalam beberapa hal,
seperti melakukan koordinasi gerak dan sensorinya, rendahnya rasa toleransi,
kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hal yang bersifat akademik, dan menarik
suatu kesimpulan, memusatkan perhatian, memanfaatkan waktu luangnya, memilih
lingkungan pergaulan yang baik, kesulitan dalam bahasa, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan.
3.
KLASIFIKASI
ANAK TUNAGRAHITA
Pengklasifikasian anak tunagrahita
penting dilakukan untuk mempermudah guru dalam menyusun program dan melaksanakan
layanan pendidikan. Penting bagi Anda untuk memahami bahwa pada anak
tunagrahita terdapat perbedaan individual yang variasinya sangat besar.
Artinya, berada pada level usia (usia kalender dan usia mental) yang hampir
sama serta jenjang pendidikan yang sama, kenyataannya kemampuan individu
berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian, sudah barang tentu diperlukan
strategi dan program khusus yang disesuaikan dengan perbedaan individual
tersebut. Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu
maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi
anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil, imbecile, dan idiot, sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik
di Amerika adalah educable mentally
retarded (mampu didik), trainable mentally retarded (mampu latih) dan totally/custodial dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang telah
disebutkan itu telah jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan
kemampuan akademik seseorang. Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang
dikemukakan oleh AAMD (Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut :
1. Mild
mental retardation (tunagrahita ringan) : IQ-nya 70 – 55
2. Moderate
mental retardation (tunagrahita sedang) : IQ-nya
55 – 40
3. Severe
mental retardation (tunagrahita berat) : IQ-nya 40 – 25
4. Profound
mental retardation (sangat berat)
IQ-nya 25 ke bawah
Untuk
memperjelas klasifikasi tersebut,
cobalah Anda perhatikan ilustrasi dan grafik berikut:
Ada
lima orang anak berusia 10 tahun. Si A, IQ-nya 100 (normal); si B IQ-nya 70
-55; si C IQ-nya 55 - 40; si D IQ-nya 40 - 25; dan si E IQ-nya 25 ke bawah.
Untuk kebutuhan pendidikannya perlu ditentukan lebih dahulu umur kecerdasannya
(mental age).

Gambar
6.1
Grafik
Klasifikasi Anak Berdasarkan Chronological Age dan Mental Age
Dari
grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)
A berusia (chronological age) 10 tahun
dan MA-nya 10 tahun.
b)
B berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar
7-5,5 tahun artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia 5,5 - 7 tahun.
c)
C berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar
5.5-4.0 tahun artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal
usia 5,5-4.0 tahun.
d)
D berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar
4.0-2,5 tahun artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal
4,0-2,5 tahun.
e)
E berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar
2,5 tahun ke bawah artinya ia dapat mempelajari materi pelajaran/tugas anak
normal usia 2,5 tahun ke bawah.
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia
saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991 adalah sebagai berikut :
1. Tunagrahita
ringan IQ-nya 50 - 70,
2. Tunagrahita
sedang IQ-nya 30 - 50,
3. Tunagrahita
berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.
Berikut ini dilukiskan perkembangan seorang anak
tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang
(Adaptasi dari Kirk & Gallagher, 1986:121-122)

Gambar
6.2
Grafik
Perkembangan Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang
Selain klasifikasi di atas ada pula
pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis. Tipe-tipe
klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a)
Down Syndrome (Mongoloid) : Anak
tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai
orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur ke luar,
telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
b)
Kretin (Cebol) : Anak ini memperlihatkan
ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok,
kulit kering, tebal, dan keriput, rambut
kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan
gigi terlambat.
c)
Hydrocephal : Anak ini memiliki
ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna,
mata kadang-kadang juling.
d)
Microcephal : Anak ini memiliki ukuran
kepala yang kecil.
e)
Macrocephal : Memiliki ukuran kepala
yang besar dari ukuran normal.
B. PEMBELAJARAN PENJAS ADAPTIF
1. Pengertian Pendidikan Jasmani Adaptif
Secara mendasar pendidikan jasmani
adaptif adalah sama dengan pendidikan jasmani biasa. Pendidikan jasmani
merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang
bersifat menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan
dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan Anak
Luar Biasa memiliki masalah dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai
akibat dari keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan
belajar. Sebagian Anak Luar Biasa bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah
laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan
mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut.
2. Ciri dari Program Pengajaran Penjas Adaptif
Sifat program pengajaran pendidikan
jasmani adaptif memiliki ciri khusus yang menyebabkan nama pendidikan jasmani
ditambah dengan kata adaptif. Adapun ciri tersebut adalah:
a)
Program Pengajaran Penjas adaptif
disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang berkelainan berpartisipasi dengan
aman, sukses, dan memperoleh kepuasan. Misalnya bagi siswa yang memakai kursi
roda satu tim dengan yang normal dalam bermain basket, ia akan dapat berpartisipasi
dengan sukses dalam kegiata tersebut bila aturan yang dikenakan kepada siswa
yang berkursi roda dimodifikasi. Demikian dengan olahraga lainnya. Oleh karena
itu pendidikan jasmani adaptif akan dapat membantu dan menolong siswa memahami
keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
b)
Program Pengajaran Penjas adaptif harus
dapat membantu dan mengkoreksi kelainan yang disandang oleh siswa. Kelainan
pada Anak Luar Biasa bisa terjadi pada kelainan fungsi postur, sikap tubuh dan
pada mekanika tubuh. Untuk itu, program pengajaran pendidikan jasmani adaptif
harus dapat membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi yang
memperburuk keadaannya.
c)
Program Pengajaran Penjas adaptif harus
dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu ABK. Untuk itu
pendidikan jasmani adaptif mengacu pada suatu program kesegaran jasmani yang
progresif, selalu berkembang dan atau latihan otot-otot besar. Dengan demikian
tingkat perkembangan ABK akan dapat mendekati tingkat kemampuan teman
sebayanya. Apabila program pendidikan jasmani adaptif dapat mewujudkan hal
tersebut diatas, maka pendidikan jasmani adaptif dapat membantu siswa melakukan
penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan siswa memiliki harga diri.
Perasaan ini akan dapat membawa siswa berperilaku dan bersikap sebagai subyek
bukan sebagai obyek dilingkungannya.
3. Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Sebagaimana dijelaskan diatas betapa
besar dan strategisnya peran pendidikan jasmani adaptif dalam mewujudkan tujuan
pendidikan bagi ABK, maka Prof. Arma Abdoellah, M.Sc. dalam buku yang berjudul
“Pendidikan Jasmani Adaptif” memerinci tujuan pendididkan jasmani adaptif bagi
ABK sebagai berikut:
1.
Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi
yang dapat diperbaiki.
2.
Untuk membantu siswa melindungi diri
sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui Penjas
tertentu.
3.
Untuk memberikan kesempatan pada siswa
mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas
jasmani, waktu luang yang bersifat rekreasi.
4.
Untuk menolong siswa memahami
keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
5.
Untuk membantu siswa melakukan
penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
6.
Untuk membantu siswa dalam mengembangkan
pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.
7.
Untuk menolong siswa memahami dan
menghargai macam olahraga yang dapat diminatinya sebagai penonton.
4. Modifikasi dalam Pendidikan Jasmani Adaptif
Bila dilihat masalah dari kelainannya, jenis ABK dikelompokkan menjadi:
·
ABK yang memilik masalah dalam sensoris
·
ABK yang memiki masalah dalam gerak dan
motoriknya
·
ABK yang memiliki masalah dalam belajar
·
ABK yang memiliki masalah dalam tingkah
laku
Dari masalah yang disandang dan
karakteristik setiap jenis ABK maka menuntut adanya penyesuaian dan
modifikasi dalam pengajaran Pendidikan Jasmani bagi ABK. Penyesuaian dan
modifikasi dari pengajaran penjas bagi ABK dapat terjadi pada:
1.
Modifikasi aturan main dari aktivitas
pendidikan jasmani.
2.
Modifikasi keterampilan dan tekniknya.
3.
Modifikasi teknik mengajarnya.
4.
Modifikasi lingkungannya termasuk ruang,
fasilitas dan peralatannya.
Seorang ABK yang satu dengan yang lain,
kebutuhan aspek yang dimodifikasi tidak sama. ABK yang satu mungkin membutuhkan
modifikasi tempat dan arena bermainnya. ABK yang lain mungkin membutuhkan
modifikasi alat yang dipakai dalam kegiatan teraebut. Tetapi mungkin yang lain
lagi disamping membutuhkan modifikasi area bermainnya juga butuh modifikasi
alat dan aturan mainnya. Demikian pula seterusnya, tergantung dari jenis
masalah, tingkat kemampuan dan karakteristik dan kebutuhan pengajaran dari
setiap jenis ABK.
C.
Pembelajaran Gerak Lokomotor (Lompat dan Loncat)
bagi Tunagrahita
1.
Pengertian Gerak lokomotor
Definisi gerak lokomotor dijelaskan oleh Asim (2001: 32) menyatakan
bahwa gerak lokomotor adalah gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat
yang lain, baik secara horisontal maupun vertikal. Gerakan tersebut diantaranya
jalan, lari, lompat, loncat, jingkat, menderap, memanjat dan lain-lain.
Bentuk-bentuk latihan gerak
lokomotor dikembangkan
setiap macam gerak lokomotor ini, dengan mengembangkan tema-tema sesuai konsep
dari Laban; misalnya, dikaitkan dengan konsep tubuh atau bagian tubuh, konsep ruang,
konsep usaha, dan konsep keterhubungan.
a)
Berjalan adalah
aktivitas gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, pada
saat kaki melakukan pergantian langkah salah satu kaki tetap menumpu pada dasar
pijakan. Dengan konsep di atas, berjalan dapat dilakukan dengan kaki, dengan
tangan, dengan kaki dan tangan, dengan tubuh; demikian juga arahnya, ke depan
dan ke belakang, ke samping kiri dan kanan, dalam hal usaha, bisa cepat,
lambat, keras, perlahan, terhenti-henti, berkelanjutan; dalam hal keterhubungan,
bisa di sekitar ruangan, di sekitar teman sendiri, melintasi atau melangkahi
alat, dsb.
b)
Berlari adalah aktivitas gerak memindahkan tubuh dari satu
tempat ke tempat yang lain, pada saat kaki melakukan pergantian langkah badan
dalam keadaan melayang di udara. Aplikasikan konsep-konsep di atas, sesuai
dengan tema berlari.
c)
Berjingkat adalah aktivitas memindahkan tubuh dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan satu kaki, menumpu dan mendarat
menggunakan satu kaki, sedangkan satu kaki yang lain ditekuk pada bagian lutut
sehingga tidak menyentuh tanah. Keterampilan berjingkat selain sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari juga sering digunakan dalam aktivitas motorik pada
beberapa cabang olahraga seperti lompat jangkit, sepak bola, bola voli dan bola
basket.
d)
Meloncat adalah gerakan memindahkan tubuh dengan menggunakan
dua atau satu kaki tumpu dari satu ketinggian dan mendarat tidak harus
menggunakan kaki.
e)
Menderap atau mencongkang adalah gerakan berjalan dipadukan
dengan lompat (leaping), arah dapat ke depan maupun ke belakang. Gerakan ini
seperti kuda pada saat berlari kencang (menderap), tetapi hanya dilakukan
dengan menggunakan dua kaki.
f)
Merayap adalah gerakan
yang dilakukan dengan posisi tubuh telungkup di atas permukaan, tangan dan kaki
kiri atau kanan digerakkan maju secara bersama-sama, kemudian kaki mendorong
tubuh ke depan, dan kepala sedikit diangkat untuk melihat ke depan.
g)
Memanjat adalah gerakan ke atas atau ke bawah dengan
menggunakan kedua tangan dan kaki. Biasanya anggota tubuh bagian atas sebagai
alat kontrol utama agar tidak jatuh.
Bentuk
latihan gerak dasar lokomotor
(lompat dan loncat) melalui permainan
ini untuk mengembangkan variasi latihan
gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) pada proses pembelajaran Pendidikan Jamani Olahraga
dan Kesehatan.Pengembangan bentuk latihan ini dapat membantu guru dalam
menyampaikan materi terkait dengan pengembangan gerak dasar lokomotor (lompat
dan loncat) secara efektif dan efisien. Disamping itu diharapkan siswa juga
dapat menerapkan aktivitas pembelajaran gerak dasar lokomotor (lompat dan
loncat) dengan langkah-langkah yang sederhana dan mudah dipahami dalam
penerapan. Adapun tujuan secara khusus terkait dengan pengembangan
variasi-variasi latihan lompat dan loncat berupa permainan ini, diharapkan
dalam aplikasi proses pembelajarannya
akan berjalan secara efektif dan efisien yang nantinya akan berdampak pada
peningkatkan kemampuan fisik motorik
siswa, seperti: meningkatkan kekuatan, daya tahan, kelincahan, kecepatan, serta
ketangkasan atau koordinasi. Disamping
kemampuan fisik meningkat, maka secara mental juga diharapkan lebih baik, seperti meningkatkan: rasa percaya diri, rasa
keberanian, disiplin, rasa kebersamaan, dan lain-lain.
2.
Pengertian Loncat dan Lompat
Sebelum
memasuki bagian bentuk-bentuk latihan
gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) melalui permainan, kita
hendaknya mengetahui dan memahami tentang lompat dan loncat terlebih dahulu. Definisi
lompat menurut Widya (2004: 65) adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari
suatu titik ke titik lain yang lebih jauh atau tinggi dengan ancang-ancang lari
cepat atau lambat dengan menumpu satu kaki dan mendarat dengan dua kaki/
anggota tubuh lainnya dengan keseimbangan yang baik. Jenis-jenis lompatan yang
bisa dilakukan oleh siswa antara lain :
a) lompat
kedepan
b) lompat
ke belakang
c) lompat
ke samping
d) lompat
ke atas
e) lompat
ke bawah
f)
lompat berputar.

Gambar 1.1 Gerak Lompat
(Sumber: Widya, 2004: 67)
Adapun
Definisi Loncat menurut Widya (2004: 59) adalah suatu gerakan mengangkat tubuh
dari suatu titik ke titik lain yang lebih jauh atau lebih tinggi dengan
ancang-ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu dua kaki dan mendarat
dengan kaki/ anggota tubuh lainnya dengan keseimbangan yang baik. Jenis-jenis
loncatan yang bisa dilakukan oleh siswa antara lain :
a) loncat
kedepan,
b) loncat
ke belakang,
c) loncat
ke samping kanan atau kiri,
d) loncat
ke atas
e) loncat
ke bawah,
f)
loncat berputar.

Gambar
1.2 Gerak Loncat
(Sumber:
Ketzenbogner, 1996: 44)
3.
LATIHAN
GERAK DASAR LOMPAT
a.
Bentuk
Latihan 1
Gambar
2.1 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri
siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Tali
o
Peluit
o
Kun
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara tempat melakukan awalan (garis
start) terhadap garis rintangan
pendaratan (tali) adalah 2 meter.
2) Tinggi
tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm
3) Pada
kegiatan latihan ini siswa belajar lompat tanpa menentukan tempat tumpuan,
namun bidang pendaratan dipasang rintangan agar siswa dapat menjadikan
rintangan tersebut menjadi ukuran sebagai tingkat keberhasilan dalam melakukan
lompatan
4) Dari
garis start siswa melakukan sprint atau joging dengan menggunakan start berdiri
untuk mengambil awalan dalam menentukan tumpuan pada saat melakukan
lompatan. Pendaratan diusahakan untuk melewati rintangan yang telah dipasang.
b.
Bentuk
Latihan II
Gambar
2.2 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri
siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Tali
o
Selang yang telah dibentuk lingkaran
o
Peluit
o
Kun
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara tempat melakukan awalan (garis
start) terhadap garis rintangan
pendaratan (tali) adalah 2 meter.
2) Tinggi
tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm.
3) Jarak
garis rintangan (tali) dengan titik
pusat lingkaran (tempat pendaratan)
adalah 25 cm.
4) Garis
tumpu tidak ditentukan.
5) Dari
garis start siswa melakukan sprint atau joging dengan menggunakan start berdiri
untuk mengambil awalan dalam menentukan tumpuan pada saat melakukan
lompatan. Pendaratan diusahakan untuk melewati rintangan yang dipasang dan
harus masuk pada lingkaran yang telah di sediakan.
c.
Bentuk
Latihan III
Gambar
2.3 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri
siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Tali
o
Peluit
o
Kun
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara tempat melakukan awalan (garis
start) dengan garis tumpu adalah
2 meter, jarak antara tempat tumpuan terhadap garis rintangan pendaratan (tali)
adalah 25 cm.
2) Tinggi
tali sebagai rintangan pada tempat pendaratan adalah 20 cm.
3) Dari
garis start siswa melakukan sprint atau joging dengan menggunakan start berdiri
untuk mengambil awalan dengan melakukan tumpuan pada garis yang telah
ditentukan. Pendaratan diusahakan untuk melewati rintangan yang telah dipasang.
d.
Bentuk
Latihan IV
Gambar
2.4 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri
siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Peluit
o
Selang yang telah dibentuk lingkaran
o
Tali
o
Kun
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara tempat melakukan awalan (garis
start) dengan garis tumpu adalah
2 meter, jarak antara tempat tumpuan
terhadap garis rintangan pendaratan (tali) adalah 25 cm.
2) Tinggi
tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm.
3) Adapun jarak garis rintangan (tali)
dengan titik pusat lingkaran (tempat pendaratan) adalah 25 cm.
4) Dari
garis start siswa melakukan sprint atau joging dengan menggunakan start berdiri
untuk mengambil awalan dengan melakukan tumpuan di garis yang telah ditentukan.
Pada saat siswa melakukan pendaratan, harus masuk pada lingkaran yang telah di
sediakan.
e.
Bentuk
Latihan V
Gambar
2.5 Latihan Gerak Dasar Lompat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi, keberanian serta kepercayaan diri
siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Peluit
o
Selang yang telah dibentuk lingkaran
o
Tali
o
Kun
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara tempat melakukan awalan (garis
start) dengan garis tumpu adalah
2 meter, jarak antara tempat tumpuan terhadap garis rintangan pendaratan (tali)
adalah 25 cm.
2) Tinggi
tali sebagai rintangan pada tempat penadaratan adalah 20 cm.
3) Adapun
jarak garis rintangan (tali) dengan
titik pusat lingkaran pertama (tempat
pendaratan) adalah 25 meter,
dengan pusat lingkaran ke dua adalah 30
cm, dengan pusat lingkaran ke tiga adalah 35 cm
4) Dari
garis start siswa melakukan sprint atau joging dengan menggunakan start berdiri
untuk mengambil awalan dengan melakukan tumpuan di garis yang telah ditentukan.
Pada saat siswa melakukan pendaratan, harus masuk pada lingkaran yang telah di
sediakan. Untuk menimbulkan semangat dan kompetisi antar siswa, guru memberikan
semangat kepada siswa agar pendaratan lompatan siswa jatuh tepat di lingkaran
ke dua atau ke tiga.
4.
LATIHAN
GERAK DASAR LONCAT
a.
Bentuk
Latihan I
Gambar
2.6 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,
kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Tali
o
Peluit
o
Kapur tulis
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Panjang
tali adalah 8 meter (bisa disesuaikan dengan kebutuhan).
2) Pada
kegiatan latihan ini siswa belajar loncat mengikuti bentuk tali yang telah
disediakan.
3) Kegiatan
diatas dilakukan dengan saling menyusul agar timbul semangat dan kompetisi bagi
siswa dalam melakukannya.
b.
Bentuk
Latihan II
Gambar
2.7 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,
kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Tali
o
Peluit
o
Kapur tulis
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Panjang
tali adalah 5 meter (bisa disesuaikan dengan kebutuhan).
2) Pada kegiatan latihan ini siswa melakukan
gerakan loncat melewati bentuk tali yang telah disediakan.
3) Kegiatan
diatas dilakukan secara bertahap, yaitu meloncati satu tali terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan dengan meloncati dua tali. Hal tersebut dilakukan agar
siswa tidak jenuh dalam melakukan kegiatan tersebut.
c.
Bentuk
Latihan III
Gambar
2.8 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,
kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Selang yang telah dibentuk lingkaran
o
Peluit
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara lingkaran (selang yang telah dibentuk lingkaran) adalah 20 cm, dihitung
dari garis luar lingkaran.
2) Pada
kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan loncat dengan mendarat tepat
didalam lingkaran (holahop/ selang yang telah dibentuk lingkaran).
3) Kegiatan
diatas dilakukan dengan saling menyusul agar timbul semangat dan kompetisi dan
semangat bagi siswa dalam melakukannya.
4) Kegiatan
tersebut juga bisa ditambah gerakan agar tidak membosankan, yaitu melakukan
lompatan memasuki selang dengan melompat kearah samping atau ke belakang.
d.
Bentuk
Latihan IV
Gambar
2.9 Latihan Gerak Dasar Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,
kepercayaan diri, keberanian, serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Kapur tulis
o
Selang yang telah dibentuk lingkaran
o
Peluit
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara lingkaran (selang yang telah dibentuk lingkaran) adalah 20 cm, dihitung
dari garis luar lingkaran.
2) Pada
kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan gabungan loncat kedepan dan
kesamping dengan mendarat tepat didalam lingkaran (selang yang telah dibentuk
lingkaran).
3) Kegiatan
loncat dilakukan dengan mengikuti tanda arah panah yang telah ditentukan. Hal
tersebut dilakukan agar dalam melakukan kegiatan tersebut siswa bisa merasa
senang.
5.
LATIHAN
KOMBINASI GERAK DASAR LOMPAT DAN LONCAT
a)
Bentuk
Latihan I
Gambar
2.11 Latihan Kombinasi Gerak Dasar Lompat dan Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,
kepercayaan diri, keberanian, kedisiplinan serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Bola
o
Peluit
o
Balon
o
Tali
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara bola yang digantung adalah 1
meter.
2) Tinggi bola yang digantung adalah 1,5 meter
(jarak bisa diubah sesuai dengan kebutuhan).
3) Pada
kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan memukul bola secara bergiliran
dengan menggunakan satu tangan.
b)
Bentuk
Latihan II
Gambar
2.12 Latihan Kombinasi Gerak Dasar Lompat dan Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi, kepercayaan diri, keberanian, kedisiplinan
serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Bola
o
Peluit
o
Tali
o
Balon
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara bola dan balon yang digantung
adalah 1 meter.
2) Tinggi
bola dan balon yang digantung adalah 1,5 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan
kebutuhan).
3) Pada
kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan memukul bola secara bergiliran
dengan menggunakan dua tangan.
c)
Bentuk
Latihan III
Gambar
2.13 Latihan Kombinasi Gerak Dasar Lompat dan Loncat
Ø Tujuan
Latihan:
Pada model latihan ini
bertujuan untuk melatih kekuatan, kelincahan, daya tahan, koordinasi,
kepercayaan diri, keberanian, kedisiplinan serta kebersamaan antar siswa.
Ø Alat
yang diperlukan:
o
Bola
o
Tali
o
Balon
o
Peluit
Ø Petunjuk
Pelaksanaan:
1) Jarak
antara bola dan balon yang digantung
adalah 1 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan kebutuhan).
2) Tinggi
bola dan balon yang digantung adalah 1,5 meter (jarak bisa diubah sesuai dengan
kebutuhan).
3) Pada
kegiatan latihan ini siswa melakukan gerakan menyentuh (menyundul) bola secara
bergiliran dengan menggunakan kepala.
KESIMPULAN
Anak
tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah
rata-rata, disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu
pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal.
Anak tersebut memiliki kemampuan intelektualnya yang berada pada dua satnda
deviasi di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan
anak normal lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya
atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang
belum dikenal sebelumnya.
Sekolah
Luar Biasa bagian C merupakan sekolah yang disediakan khusus bagi murid-murid
yang mengalami integensi dibawah rata-rata murid normal atau disebut dengan
tunagrahita. Di dalam sekolah tersebu terdapat mata pelajaran pendidikan
jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran yang berperan penting pada
pertumbuhan dan perkembangan murid berkebutuhan khusus. Ciri dari Program Pengajaran Penjas Adaptif yaitu:
·
Program Pengajaran Penjas adaptif
disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa.
·
Program Pengajaran Penjas adaptif harus
dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu ABK.
·
Program Pengajaran Penjas adaptif harus
dapat membantu dan mengkoreksi kelainan yang disandang oleh siswa
·
Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi
yang dapat diperbaiki.
·
Untuk membantu siswa melindungi diri
sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui Penjas
tertentu.
·
Untuk memberikan kesempatan pada siswa
mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas
jasmani, waktu luang yang bersifat rekreasi.
·
Untuk menolong siswa memahami
keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
·
Untuk membantu siswa melakukan
penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
·
Untuk membantu siswa dalam mengembangkan
pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.
·
Untuk menolong siswa memahami dan
menghargai macam olahraga yang dapat diminatinya sebagai penonton.
latihan
gerak dasar lokomotor (lompat dan loncat) berupa permainan untuk dikembangkan
dalam pembelajaran Penjasorkes yang bernilai terapi, edukatif, dan menyenangkan
bagi anak tunagrahita. Di harapkan pula akan berdampak pada peningkatkan
kemampuan fisik motorik siswa, seperti:
meningkatkan kekuatan, daya tahan, kelincahan, kecepatan, serta ketangkasan
atau koordinasi. Disamping kemampuan
fisik meningkat, maka secara mental juga diharapkan lebih baik, seperti meningkatkan: rasa percaya diri, rasa
keberanian, disiplin, rasa kebersamaan, dan lain-lain.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar